KULIAH SAMBIL “NGAJI”
Ustaz Muhammad
Abduh Tuasikal
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi
kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Kegiatan
kuliah terasa amat menyibukkan. Sibuk dengan berbagai tugas, harus buat
presentasi, menyusun laporan praktikum dan lebih sibuk lagi jika sudah
menginjak semester-semester akhir. Apakah mungkin kesibukan ini bisa dibarengi
dengan menuntut ilmu agama? Jawabannya, mungkin sekali. Segala kemudahan itu
datang dari Allah. Maka bisa saja seorang engineer menjadi pakar fiqih. Bisa jadi pula
seorang ekonom menjadi pakar hadits. Atau seorang ahli biologi menjadi hafizh
Al Qur’an. Semua itu bisa terwujud karena anugerah dan kemudahan dari Allah.
Realitas,
Lebih Banyak Menyia-nyiakan Waktu
Mahasiswa sebenarnya punya banyak waktu senggang. Tetapi
sebagian besar mahasiswa benar-benar
menyia-nyiakan waktunya. Tidak setiap saat ia mesti mendapatkan tugas. Tidak
setiap hari mesti kerjakan laporan praktikum. Mahasiswa yang tidak pintar
membagi waktu saja yang selalu “sok sibuk”.
Sebagian mahasiswa masih bisa menyisihkan waktu untuk
renang dengan shohib dekatnya. Ia masih sempat juga untukfitness meskipun di kala laporan praktikum
menumpuk. Ia juga masih sempat berpetualang menjelajah berbagai gunung meskipun
minggu depan ada ujian mid. Ia masih bisa begadang semalam suntuk untuk menanti
pertandingan Liga Champions meskipun katanya ada banyak tugas yang mesti diselesaikan.
Sebagiannya
pula bisa menyisihkan waktu untuk update status setiap jam di FB (Facebook),
twitter dan semacamnya. Mau tidur, mau makan, mau renang, bahkan mau ke WC
sekali pun bisa ada statusnya di jejaring sosial tadi. Namun soal ngaji
(istilah untuk mendalami ilmu agama) bisa menjadi nomor sekian baginya. Padahal
aneh kan, hal-hal tadi bisa ia lakukan. Sedangkan berkaitan dengan urusan
akhiratnya di mana ia wajib mempelajari Islam karena ibadah-ibadah tertentu
akan ia lewati setiap harinya. Setiap muslim tentu mesti mengetahui
bagaimanakah ia harus berwudhu yang benar sehingga shalatnya pun bisa sah.
Ia pun harus tahu apa saja yang termasuk pembatal-pembatal shalat,
sehingga shalatnya tidak jadi sia-sia. Ia pun harus tahu bagaimana mandi wajib.
Lihatlah
mereka bisa menyisihkan waktu untuk hal-hal dunia yang kadang sia-sia. Namun
untuk hal yang menyangkut akhirat mereka, di mana tentu ini lebih urgent, mereka tidak bisa membagi waktu
dengan baik. Benarlah firman Allah Ta’ala,
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآَخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
“Mereka hanya mengetahui yang lahir
(saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah
lalai.” (QS. Ar
Ruum: 7).
Syaikh Abu
Bakr Jabir Al Jazairi hafizhohullah menjelaskan,
“Mereka mengetahui
kehidupan dunia secara lahiriah saja seperti mengetahui bagaimana cara mengais
rizki dari pertanian, perindustrian dan perdagangan. Di saat itu, mereka
benar-benar lalai dari akhirat. Mereka sungguh lalai terhadap hal yang wajib mereka
tunaikan dan harus mereka hindari, di mana penunaian ini akan mengantarkan
mereka selamat dari siksa neraka dan akan menetapi surga Ar Rahman.” (Aysarut
Tafasir, 4/124-125)
Beberapa Sampel
Beberapa
orang bisa membuktikan bahwa mereka di samping kuliah di pagi hari, sore
harinya masih bisa “ngaji” (menuntut ilmu agama). Bahkan ada di antara
mahasiswa yang bisa menjadi hafizh Al Quran dengan sempurna di masa kuliahnya.
Ada pula yang bisa menguasai ilmu aqidah dengan baik padahal ia seorang dokter.
Setelah kuliah pun ia bisa menyusun beberapa buku berkaitan dengan masalah
aqidah dari hasil ia belajar di saat-saat kuliah dulu (paginya kuliah, sorenya
ia duduk di majelis ilmu). Ada pula yang amat pakar dalam bahasa Arab dan
menjadi seorang ustadz yang mumpuni dalam hal aqidah serta ilmu lainnya,
padahal ia adalah sarjana biologi. Yang lainnya lagi adalah seorang dosen
(lulus S3), namun tidak diragukan ia sangat mumpuni dalam ilmu hadits hasil
dari belajar dulu bersama beberapa ustadz di saat-saat ia kuliah. Bahkan
di Arab Saudi sendiri ada seorang ulama yang dulunya adalah seorang yang
belajar ilmu Teknik Kimia. Dan saat ini, beliau menjadi imam dan ulama yang
jadi rujukan. Ia pun memiliki situs yang berisi berbagai fatwa yang sering
dikunjungi dari berbagai negara. Ada lagi ulama yang dahulunya belajar ilmu
teknik mesin. Saat lulus ia mendalami ilmu hadits dan menjadi hafizh al quran.
Karya-karya beliau dalam tulisan pun amat banyak. Dua ulama yang kami sebutkan
di sini adalah Syaikh Sholeh Al Munajjid dan Syaikh Musthofa Al Adawi hafizhohumallah.
Itu sekedar beberapa contoh riil yang kami ketahui.
Kami yakin masih banyak contoh-contoh lainnya yang mungkin para pembaca sendiri
mengetahuinya. Ini pertanda bahwa orang yang belajar ilmu umum (ilmu teknik,
ekonomi, IT, dll) sebenarnya tidak terhalang untuk belajar agama bahkan bisa
menjadi ulama atau pun ustadz karena kerajinannya di luar jam kuliah untuk
mengkaji Islam. Itulah karunia Allah untuk mereka-mereka tadi.
Mulai
Belajar Islam
Kalau sudah
tahu demikian, Anda selaku mahasiswa seharusnya tidak usah ragu lagi untuk
menaruh perhatian pada ilmu diin(ilmu agama). Cobalah mulai dengan mempelajari Islam
mulai dari dasar. Terutama pelajarilah hal-hal yang wajib yang jika Anda tidak
mengetahuinya maka bisa terjerumus dalam dosa atau bisa meninggalkan kewajiban.
Inilah ilmu yang wajib dipelajari.
Selaku
mahasiswa wajib punya ilmu aqidah dan tauhid yang benar sesuai dengan pemahaman
generasi terbaik Islam (salafush sholeh). Cobalah mempelajari beberapa tulisan
karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab seperti Qowa’idul Arba’(empat kaedah memahami syirik), Tsalatsatul
Ushul (tiga
landasan dalam mengenal Allah, Islam dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam), dan Kitab
Tauhid (pelajaran
tauhid dan syirik secara lebih detail). Kitab-kitab aqidah pun ada yang mudah dipelajari
seperti Al ‘Aqidah Al Wasithiyah karya Ibnu Taimiyah dan Al
‘Aqidah Ath Thohawiyah karya Abu Ja’far Ath Thohawiy.
Anda pun
wajib mempelajari fiqih secara bertahap terutama pelajaran bagaimana cara wudhu
yang benar, bagaimana cara mandi wajib, dan bagaimana shalat yang benar serta
berbagai hal yang berkaitan dengan hal-hal tadi. Amat mudah jika Anda menguasai
dari fiqh madzhab sebagaimana anjuran para ulama. Karena di negeri ini menganut
madzhab Syafi’i, Anda bisa belajar dari berbagai kitab fiqh Syafi’iyah.
Pelajari dari matan-matan yang ringkas seperti kitab Al
Ghoyah wat Taqrib karya Abu Syuja’ dan Minhajuth Tholibin karya Imam An Nawawi. Inilah kitab
dasar yang bisa Anda kuasai. Setelah itu bisa melanjutkan dengan kitab fiqih
yang lebih advance dengan mendalami dalil-dalil lebih
jauh. Baru setelah itu bisa menelaah berbagai pendapat ulama dan perselisihan
mereka dalam hal fiqih sehingga akhirnya kita tidak fanatik pada satu madzhab
atau satu imam. Anda pun bisa menguasai fiqih melalui berbagai buku hadits
seperti dari kitab ‘Umdatul Ahkam karya ‘Abdul Ghoni Al Maqdisi dan
kitab Bulughul Marom karya Ibnu Hajar Al Asqolani. Untuk memahami
kitab-kitab fiqih ini, Anda bisa memiliki berbagai kitab syarh (penjelasan)
dari masing-masing kitab.
Buku-buku
yang kami sebutkan di atas sudah cukup mudah ditemukan saat ini di berbagai
toko buku Islam bahkan sudah banyak yang diterjemahkan. Sehingga tidak ada
alasan bagi yang belum menguasai bahasa Arab untuk terus belajar. Namun jika
Anda sambil menguasai bahasa Arab terutama menguasai grammar-nya dalam ilmu Nahwu dan Sharaf itu
lebih baik. Karena menguasai bahasa tersebut bisa membuat Anda meneliti lebih
jauh kitab-kitab ulama secara lebih mandiri.
Selain
mempelajari hal-hal di atas, tambahkan pula dengan mempelajari berbagai kitab
akhlaq dan tazkiyatun nufus (manajemen hati). Juga janganlah sampai tinggalkan
hafalan Al Qur’an. Karena orang yang menghafal Al Qur’an sungguh memiliki
banyak keutamaan dan faedah di tengah-tengah umat. Lebih-lebih di akhirat
hafalan Al Qur’an ini membuat dia lebih ditinggikan derajat di surga. Lalu para
ulama pun menganjurkan untuk menghafal berbagai matan atau berbagai kitab
ringkas seperti menghafalkan kitab kecil yang berisi 42 hadits yaitu Al
Arba’in An Nawawiyah. Menghafal
seperti ini memudahkan kita menguasai ilmu Islam dengan lebih mudah.
Sabar dalam
Belajar
Kalau dilihat, terasa begitu banyak yang harus
dipelajari. Sebenarnya tidak juga karena mempelajari berbagai buku di atas itu
bertingkat-tingkat. Ada yang lebih dasar, baru setelah itu beranjak pada yang
lebih lanjut. Jadi belajar yang baik adalah secara bertahap. Sehingga di sini
butuh kesabaran dalam belajar dan belajar butuh waktu yang lama. Yang terbaik pula
adalah belajar di majelis ilmu lewat guru. Lihatlah sya’ir Imam Asy Syafi’i,
أَخِي لَنْ
تَنَالَ الْعِلْمَ إلَّا بِسِتَّةٍ سَأُنْبِيكَ عَنْ تَفْصِيلِهَا بِبَيَانِ
ذَكَاءٌ
وَحِرْصٌ وَاجْتِهَادٌ وَبُلْغَةٌ وَصُحْبَةُ أُسْتَاذٍ وَطُولُ زَمَانٍ
Saudaraku …
ilmu tidak akan diperoleh kecuali dengan enam perkara yang akan saya
beritahukan perinciannya : (1)kecerdasan, (2) semangat, (3) sungguh-sungguh, (4) berkecukupan, (5) bersahabat
(belajar) dengan ustadz, (6)membutuhkan waktu yang lama.
Pintar Bagi
Waktu
Modal yang penting “nyambi” belajar Islam adalah
pintar membagi waktu. Cobalah membagi waktu mulai dari Shubuh hari sudah bisa
menghafal Al Qur’an. Butuh satu jam untuk menyisihkan waktu kala itu. Setelah
itu sediakan waktu untuk persiapan kuliah di pagi hari. Pukul 7 atau 8 sudah
bisa berangkat ke kampus. Di waktu-waktu shalat atau waktu senggang saat di
kampus bisa digunakan untuk muroja’ah Al Qur’an atau mengerjakan tugas-tugas
kampus sehingga tidak menumpuk keesokan harinya. Pulang kampus di siang atau
sore hari bisa istirahat sejenak untuk menghilangkan rasa capek. Di sore hari
sehabis ‘Ashar bisa digunakan untuk mengikuti berbagai majelis ilmu sampai
dengan waktu ‘Isya. Di waktu malam bisa digunakan untuk mengerjakan tugas
kuliah. Sebelum tidur bisa digunakan menghafal berbagai matan, mengulang
hafalan Al Qur’an atau mengulang pelajaran yang ikuti di kajian.
Jadi cuma kepintaran saja membagi waktu, niscaya kita
bisa kuliah sambil “ngaji”. Dan jangan lupakan minta pertolongan Allah agar
dimudahkan mempelajari agama di samping kuliah. Doa ini amat menolong. Jika
kita memohon kemudahan pada Allah, pasti segala urusan tadi akan begitu mudah.
Berbeda halnya jika kita bergantung pada diri sendiri yang begitu lemah.
Semoga Allah mudahkan kita selaku mahasiswa untuk
dapat meraih keduanya, bahkan bisa menjadi pakar pula dalam ilmu agama dan bisa
turut membantu dakwah agar tersebar seantero negeri kita ini.
Wallahu
waliyyut taufiq.
Panggang-Gunung
Kidul, 24 Jumadal Ula 1432 H (27/04/2011)
1 komentar:
belajar sambil ngaji??? why not?
Kita pasti bisa!
Posting Komentar