Minggu, 16 Februari 2014

Jangan Seperti Lilin

“Perumpamaan orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang-orang namun melalaikan dirinya sendiri bagaikan sudut lampu yang menerangi manusia dan membakar dirinya sendiri”

          Mengajarkan kebaikan, mendakwahkan kebenaran dan memerintahkan orang lain menjalankan dienul  Islam adalah perbuatan yang sangat  mulia.  Allah SWT dan Rasulullah sangat senang terhadap orang yang berkemauan serta memiliki kemampuan  untuk melakukan hal tersebut.  Tetapi perbuatan mulia tersebut menjadi kurang bernilai  bahkan menjadi cacat jika yang bersangkutan melupakan diri mereka sendiri.
          Betapa banyak orang tua yang mengajari anaknya untuk berbuat jujur, tetapi dalam waktu yang hampir bersamaan mereka justru berbohong dan menipu orang lain. Betapa banyak orangtua yang melarang anak-anaknya untuk merokok, tetapi justru mereka sendiri yang melakukannya.
          Betapa banyak para guru yang dengan mudahnya mengajari anak didiknya untuk bersikap jujur dan ksatria, tetapi justru mereka yang memberi contoh menyontek pada saat Ujian Nasional.
          Betapa banyak para da’i yang mengajarkan kepada para jamaah untuk menjaga ukhuwah dan menjalin silaturahmi, tapi justru pada diri mereka kita dapati sikap bermusuhan antar sesama dai, saling menghina, saling merendahkan. Betapa banyak para aktivis dakwah yang dengan semangatnya mengajarkan kebaikan kepada calon kader tapi di kehidupan real  mereka tidak memberikan teladan sesuai apa yang dikatakannya.
          Betapa banyak para pemimpin kita yang mengajari sikap jujur, tapi dalam banyak hal mereka justru diam-diam atau bahkan terang-terangan melakukan korupsi.
Astaghfirullahaladzim……
Wahai para orangtua, para guru, dan aktivis dakwah, juga para pemimpin, marilah kita dengar seruan Allah SWT berikut ini:
“Mengapa kamu perintahkan orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri(kewajiban)mu sendiri padahal kamu membaca Al-Kitab(Taurat)? Tidakkah kamu berpikir?”(Al-Baqarah 2:44)
Lalu apakah dengan peringatan diatas kita tidak perlu berbuat apa-apa ketika lingkungan dan masyarakat kita, termasuk keluarga kita melakukan perbuatan menyimpang? Apakah dengan ayat diatas kita akan diam saja dan membiarkan orang lain tenggelam dalam ketidaktahuaannya pada agama?
Islam sangat menghargai orang yang penuh semangat dalam memberi sinar dan penerangan kepada orang lain, tapi alangkah ruginya jika sekadar menjadi jelaga yang mencoreng mukanya sendiri. Ar-Raf’i berkata,” Sesungguhnya kesalahan terbesar adalah mengatur orang sekitarmu dan melalaikan kekacauan yang ada di dalam hatimu.” (Wahyul Qalam)
Semestinya, orang yang ingin melakukan perbaikan pada masyarakatnya terlebih dahulu memperbaiki dirinya sendiri. Sebelum mengajak orang lain  bersegera menjalankan sholat berjama’ah, dia sendiri telah mengambil shaf terdepan. Sebelum mengajak orang lain bersedekah, dia paling awal dalam bersedekah.Sebelum mengajak orang lain menjauhi zina, dia yang ada di garda terdepan dalam menguatkan keimanan saudaranya untuk tetap menjalankan syariatNya.
“Wahai orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?(Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”(As-Shaf 61: 2-3)




Semoga Allah SWT melindungi kita dari perbuatan dan sikap tercela ini. Semoga kita senantiasa istiqomah yang berarti satunya kata dengan perbuatan. Amiin.


Sumber: Ustadz. Abdurrahman Muhammad|Majalah Hidayatullah edisi September 2013(dengan sedikit perubahan).
By : Afifah Sholiha|201310330311144|magang dept.Syiar

Tidak ada komentar: