Laskar Pelangi: Pentingnya pendidikan dan kekuatan sebuah mimpi
Oleh: Bayu Marthawijaya
Fenomena sukses film Laskar Pelangi yang sanggup bersaing di tengah industri film Indonesia yang selalu memperdagangkan lekuk tubuh perempuan seksi adalah bukti bahwa penonton film Indonesia tidak bodoh bodoh amat dalam mengapresiasikan sebuah karya seni, khususnya film.Beruntung kita masih punya Mira Lesmana dkk dengan gigihnya membangunkan film Indonesia yang sempat mati suri.Karya terakhir mereka Laskar Pelangi mebuktikan kecintaan mereka terhadap film maupun terhadap bangsanya.
Film Laskar Pelangi yang diangkat dari novel dengan judul yang sama karya Andrea Hirata yang konon naskahnya sempat akan di buang ke tong sampah oleh penerbitnya ternyata mampu menginspirasikan banyak orang dan menumbuhkan kesadaran akan maha pentingnya sebuah pendidikan.Bagaimana tidak, sepuluh anggota Laskar Pelangi ( Ikal,Lintang,Mahar A Kiong Sahara,Syahdan,Kucai Borek,Trapani,Harun)yang nota bene anak anak miskin dari Belitong meyakini hanya berbekal pendidikanlah mereka akan meraih mimpi yang kelak akan mengubah seluruh perjalanan hidup mereka menjadi lebih baik. Tidak hanya dari segi akal dan materi semata tapi budi pekerti yang selalu di tekankan dalam sekolah Islam Muhammadiyah.
Andrea Hirata sang kreator Laskar Pelangi,lewat tokoh Ikal, dengan sangat cerdasnya bercerita tentang dirinya dan SD Muhammadiyah yang hanya terdiri 10 siswa dan hampir roboh.Yang tak kalah menarik adalah cerita tentang Ibu guru muda Muslimah dengan ikhlas dan penuh dedikasi tinggi mendidik kesepuluh muridnya dan menyebutnya dengan Laskar Pelangi.Kisah cinta Ikal dengan perempuan keturunan Tionghoa, A Ling adalah bagian cerita yang sayang untuk di lewatkan begitu saja
Ikal yang hanya anak pegawai rendahan di PN Timah Balitong juga bercerita tentang sahabatnya Lintang yang mempunyai kecerdasan di atas rata rata dan terpaksa mengayuh sepeda berkilo kilo untuk ke sekolah kemudian memenangi lomba cerdas cermat hingga melambungkan harga diri SD Muhamadiyah yang di malam hari di pakai kandang kambing sejajar dengan SD yang lain.Lintang yang akhirnya harus megubur impiannya dalam dalam untuk menggapai sekolah lebih tinggi karena bapaknya meninggal dan dalam usia sangat belia menjadi tulang punggung keluarganya menggantikan bapaknya. Lintang adalah potret anak cerdas yang terbuang sia sia....
Sahabat Ikal yang lain adalah Mahar.Sang seniman jenius dengan ide super kreatifnya mampu memutar balikkan keadaan. Dengan imajinasinya yang tinggi dia mampu meciptakan sebuah karya tari Afrika dan memenangi karnaval tujuh belas agustusan.Sesuatu yang langka bagi SD Muhammadiyah.
Membaca novel Laskar Pelangi atau menonton filmnya menggugah kesadaran kita betapa pentingnya pendidikan dan kekuatan mimpi untuk mengejar cita cita.Laskar Pelangi juga menggambarkan potret buram dunia pendidikan kita. Anak anak cerdas dan berbakat seolah tercampakkan begitu saja oleh keangkuhan kapitalisme yang merasuk ke dalam lembaga pendidikan kita.Pendidkan pun menjadi begitu mahalnya.Seolah dunia pendidikan hanya untuk anak yang orang tuanya berkantong tebal.
Beruntung Ikal bernasib baik.Dengan kegigihan dan kerja kerasnya dia mampu menggapai mimpi mimpinya waktu kecil.Roh Laskar Pelangi memberinya energy yang luar biasa ke dalam sendi kehidupnya.Kecerdasan Lintang, dan citra rasa seni Mahar merasuk kedalam urat nadinya. Dan Ikal-pun melanjutkan kuliah di UI kemudian mendapatkan beasiswa di perguruan tinggi bergensi Universite de Paris, Sorbonne, Perancis. Mimpi adalah sebuah kenyataan dan bukan sesuatu yang mustahil. Maka bermimpilah...
Bagaimana dengan kelanjutan kisah cinta Ikal dengan A Ling? Hanya Tuhan dan Ikal yang tahu. Cinta itu memang misteri tapi kalau bisa jangan hanya lewat mimpi. Semoga Ikal paham benar akan hal yang satu ini....
http://www.eramuslim.net/
Menjalin Ukhuwah Demi Kemaslahatan Ummat
Selasa, 04 November 2008
Islam Tak Bisa Disentuh
gaulislam edisi 053/tahun ke-2 (27 Syawal 1429 H/27 Oktober 2008)
Hehe… Islam tak bisa disentuh alias untouchable? Ah, jadi inget judul film lawas, The Untouchables (1987) yang dibintangi Sean Connery, Kevin Costner dan Robert De Niro. Film tentang gangster yang merajalela di Chicago tahun 1920-an ini dikemas apik oleh sutradara Brian De Palma--yang juga sukses menggarap Mission: Impossible (1996). Disebut untouchable karena kelompok bandit itu tak pernah bisa tersentuh hukum alias kejahatannya tetap menakutkan masyarakat tanpa bisa dijerat hukum karena lembaga pengadilan kalah pamor dan tentu saja para pengadilnya bisa dengan mudah dijejali duit oleh gerombolan bandit ini.
Nah, yang saya maksud Islam tak bisa disentuh ini adalah seolah Islam tuh nggak bisa disentuh sama umatnya sendiri. Kok bisa sih? Buktinya, banyak kaum muslimin yang nggak kenal dengan ajaran Islam. Malah banyak kaum muslimin yang mengambil ajaran dari Barat. Banyak kaum muslimin yang nggak paham hukum syariat tentang larangan mendekati zina, misalnya. Sebaliknya, banyak kaum muslimin lebih suka mempraktikkan gaya hidup permisif dan hedonis warisan budaya Barat. Wajar kalo seks bebas marak, perjudian bejibun, dan kriminalitas meningkat. Para tokoh cendekiawan muslimnya pun lebih mahir meng-hapal dan mengamalkan pendapat-pendapatnya Voltaire dan Montesque ketimbang hadis-hadis Rasulullah saw. dan pendapat para imam mazhab. Apakah ini salah Islam? Tentu tidak.
Islam nggak salah apa-apa. Bahkan Islam memberikan cahaya terang. Kitanyalah sebagai umatnya yang nggak mau mengenal Islam. Padahal, Islam udah disebarkan sejak lama oleh Rasulullah saw. dan para sahabatnya. Bahkan udah nyebar sampe ke negeri ini. Namun, Islam hanya sebatas agama dan dikenakan simbol-simbolnya saja. Sementara akidahnya masih bolong-bolong diyakini, syariatnya masih compang-camping nggak karuan.
Bukti nyatanya, banyak kok kaum muslimin yang rajin shalat dan rajin puasa, tapi akidahnya kedodoran karena banyak yang masih percaya dukun dan ilmu pengasihan untuk kelancaran hidupnya. Banyak pula kaum muslimin yang kemana-mana senang mengenakan simbol-simbol Islam yang mudah tampak seperti pake peci, sorban, berkerudung (bukan jilbab), mengenakan baju takwa (baju koko), juga ada yang sarungan., tapi pengamalan syariatnya memprihatinkan. Gimana nggak, simbol Islam dikenakan, tapi judi jalan terus, pacaran hot, bahkan remaja puteri yang mengenakan kerudung tapi ikut larut di arena konser musik, campur-baur dengan lawan jenis dan jejingkrakan sehingga tak ada bedanya dengan mereka yang umbar aurat. Duh, mengenaskan sekali nasib kaum muslimin ini. Islam hanya dijadikan sebagai ibadah ritual saja. Sementara pengamalan syariatnya, pengokohan akidahnya nyaris nggak bisa dipelajari karena kemalasan dari kaum muslimin itu sendiri. Musibah!
Yup, kalo gitu benar banget apa yang dikatakan Muhammad Abduh, “al-Islamu mahjubun bil muslimin – agama Islam terhalangi oleh kaum muslimin.” Betul, cahaya dan keagungan Islam pudar oleh perbuatan umatnya sendiri. Umat Islam menjadi perusak citra Islam. Untuk kalangan seperti ini, bukan salah Islam sehingga menganggap Islam the untouchable, tapi justru merekalah yang tak mau disentuh dan tersentuh dengan nilai dan ajaran Islam. Setuju nggak sih?
Salah paham tentang Islam
Sobat muda muslim, ada lagi penyakit yang menerpa kaum muslimin saat ini, yakni salah paham terhadap ajaran Islam. Intinya, Islam nggak dipahami dengan benar dan baik oleh kaum muslimin. Mengapa ini bisa terjadi? Setidaknya ada tiga faktor. Pertama, kaum muslimin salah mengambil jalan hidup, bukan Islam yang diambil, tapi ideologi selain Islam. Mereka menganggap bahwa Islam tak bisa menjadi alat perjuangan, sehingga tak perlu dilibatkan mengatur kehidupan. Kedua, kaum muslimin tidak utuh mempelajari Islam. Ketiga, adanya upaya sistematis mengaburkan pema-haman Islam yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam melalui tokoh-tokoh yang berasal dari kaum muslimin hasil didikan musuh-musuh Islam. Lengkap sudah penderitaan kaum muslimin saat ini. Menyedihkan banget, Bro.
Faktor pertama yang memicu salah paham tentang Islam adalah karena kaum muslimin salah dalam mengambil jalan hidup. Halah, ini sih pastinya bukan cuma salah paham, tapi yang jelas udah salah jalan, karena salah mengambil sumber informasinya. Kayak orang mau bepergian ke suatu tempat, tapi peta jalannya salah. Hmm.. itu sih nyampe kagak, nyasar udah pasti. Tul nggak?
Beberapa bukti atas fakta ini adalah, banyaknya kaum muslimin yang memper-juangkan feminisme, demokrasi, sekularisme, kapitalisme, bahkan sosialisme dengan menganggap bahwa hal itu lebih relevan untuk saat ini. Waduh, celaka banget tuh. Sebab, sejatinya ide-ide itu bertentangan dengan Islam dan bahkan menentang Islam. Itu tahapan idenya. Akibatnya dalam tataran praktik, nggak sedikit kaum muslimin yang bangga menyan-dang istilah “Kiri” (baca: kaum sosialis) hingga akhirnya mereka berjuang di masyarakat dengan cara-cara seperti yang dilakukan kaum sosiali, Berarti ideologinya ya sosialisme-komunisme. Padahal dirinya muslim, lho. Kadang ada yang masih suka shalat juga. Tapi nggak konek antara pikir dan rasanya. Campur aduk antara Islam dan Sosialisme. Gawat!
Oya, nggak sedikit pula dari kaum muslimin yang merasa sudah menjadi manusia seutuhnya ketika memperjuangkan demokrasi dan HAM. Maka, seks bebas tumbuh subur, pergaulan bebas antara laki dan perempuan jadi tradisi, pengingakaran terhadap agama juga marak. Menyedihkan sekali bukan? Inilah buah dari salah mengambil informasi jalan hidup, karena menganggap Islam tak mampu menyelesaikan kehidupan hingga akhirnya memilih kapitalisme dan juga sosialisme. Hmm.. kasihan banget!
Sobat, untuk faktor kedua yang memungkinkan munculnya salah paham terhadap Islam adalah kaum muslimin tidak utuh mempelajari Islam. Setengah-setengah, gitu lho. Kasarnya sih, apa saja dari Islam yang menurutnya baik dan menyenangkan diambil, sementara yang bikin ribet bagi dirinya ditinggalin jauh-jauh. Ini namanya pilah-pilih sesuka nafsunya. Bukan atas pertimbangan akidah dan syariat Islam. Superkacau banget kan pemahamannya?
Shalat akan dilaksanakan kalo dengan shalat ia merasa tentram dan tenang. Jadi bukan atas pertimbangan hukum syara dan ketataan kepada Allah Swt. dalam melaksanakan shalat, tapi karena shalat membuat dia tenang. Itu sebabnya, ia akan mengambil ajaran Islam tentang shalat. Tapi jika menurut hawa nafsunya ajaran shalat itu bisa mengganggu aktivitasnya berbisnis, maka ia akan tinggalkan shalat itu. Karena menganggap waktu shalat itu mengganggu urusan penting yang dia kerjakan. Daripada memilih menghentikan sementara kepentingan bisnisnya untuk shalat, ia malah memilih kepentingan bisnis dan meninggalkan shalat.
Itu sebabnya, setengah-setengah dalam mempelajari Islam berdampak tidak utuhnya pemahaman tentang Islam. Tanggung, gitu lho. Bukan tak mungkin pula jika akhirnya marak bermunculannya para pelaku malpraktik dalam ajaran Islam. Hukum yang wajib dilakukan malah ditinggalkan, tapi yang sunah dikerjakan seolah menjadi kewajiban. Contohnya, banyak para wanita yang getol shalat sunnah tahajjud, tapi kalo keluar rumah rambutnya dibiarkan bebas tanpa ditutupi kerudung dan bagian tubuhnya dengan sukses dilihat orang lain karena tak menutup aurat dengan sempurna. Piye iki? Harusnya kan yang wajib dilakukan, yang sunnah juga dikerjakan semampunya. Inilah yang disebut malpraktik alias salah prosedur dalam menjalankan syariat Islam, Bro.
Nah, mengenai faktor ketiga yang sangat mungkin memicu terjadinya salah paham terhadap Islam adalah banyaknya cendekiawan muslim yang menyampaikan Islam dengan pemahaman yang keliru. Islam yang disampaikan itu sudah dimodifikasi terlebih dahulu, sesuai selera dan keinginan mereka yang dipesankan dari musuh-musuh Islam. Mungkin saja cendekiawan muslim yang menyebarkan pemahaman Islam yang keliru ini nggak nyadar kalo dirinya diperalat oleh musuh-musuh Islam, atau bisa saja mereka tahu bahwa yang disampaikannya itu keliru tapi karena demi jabatan atau harta berlimpah yang dijanjikan kalangan tertentu yang membenci Islam, akhirnya ya mereka lakukan juga tugas salahnya tersebut.
Ya, betul, bahkan ada cendekiawan muslim yang berusaha keras memperjuangkan sekularisme, getol mendakwahkan demokrasi, nggak lelah terus menyebarkan liberalisme dalam Islam. Apakah mereka ulama? Ya, jika dilihat dari keilmuannya sangat boleh jadi mereka ulama. Tapi seperti kata Rasulullah saw. ulama itu ada dua jenis: ulama yang benar dan baik, tapi juga ada ulama yang jahat dan buruk perbuatan maupun pemikirannya. Waspadalah terhadap tipe jenis ulama yang jahat ini.
Oya, apakah ini salah Islam? Nggak kok. Ini murni salah pelakunya. Entah tanpa disadarinya atau disadarinya dengan sangat. Sebab, yang jelas adalah kesalahan dari mereka yang menyebarkan Islam dengan informasi yang keliru. Akibatnya, tentu banyak kalangan awam dari kaum muslimin yang mengikuti apa yang disampaikan ulama jahat ini dengan alasan hal itu memenuhi selera liberalnya sebagai muslim yang nggak mau terikat ajaran Islam. Mereka menganggap bahwa agama hanya urusan pribadi dan tentunya negara nggak boleh sama sekali menerapkan aturan negara berdasarkan aturan agama untuk ngurus rakyat. Ya, inilah sekularisme, sobat. Berbahaya!
Ayo bangga menjadi Muslim!
Jangan tuduhkan kesalahan kepada Islam, jika banyak kaum muslimin yang hidupnya setengah Islam dan setengah kufur. Itu karena dirinya telah mengambil ajaran Islam semata yang dia suka sembari mengambil jalan hidup lain untuk yang membuat dia juga merasa nyaman. Pilih-pilih sesuka selera hawa nafsunya. Ini bunglon namanya. Padahal, kalo beriman kepada Allah Swt. ya harus jelas dan sepenuhnya. Nggak boleh nyari aman. Allah Swt. udah ngingetin manusia dalam firmanNya (artinya):
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang (menjadi kafir kembali). Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS al-Hajj [22]: 11)
So, kalo diri kita udah menjadi Muslim, berarti sepenuhnya kita sadar akan peran kita yang sesungguhnya, yakni bukan hanya sekadar melaksanakan ajaran Islam karena kita Muslim, tapi juga menjadi penjaga ajaran Islam dan bahkan menjadi pembela dan pejuang Islam. Itu lebih mantap deh! Sumpah!
Oya, jangan salahkan Islam kalo kita hanya mampu menjadi Muslim yang “apa adanya” karena menganggap Islam nggak bisa disentuh (untouchable) oleh dirinya. Sejatinya itu kesalahan kita karena nggak mau belajar Islam. Berarti kita yang justru nggak mau menyentuh dan disentuh oleh Islam. Padahal, kita wajib bangga menjadi Muslim, karena Islam yang kita peluk adalah agama yang akan menyelamatkan kita di dunia dan di akhirat. Ok? Allahu’alam. [solihin: osolihin@gaulislam.com]
Hehe… Islam tak bisa disentuh alias untouchable? Ah, jadi inget judul film lawas, The Untouchables (1987) yang dibintangi Sean Connery, Kevin Costner dan Robert De Niro. Film tentang gangster yang merajalela di Chicago tahun 1920-an ini dikemas apik oleh sutradara Brian De Palma--yang juga sukses menggarap Mission: Impossible (1996). Disebut untouchable karena kelompok bandit itu tak pernah bisa tersentuh hukum alias kejahatannya tetap menakutkan masyarakat tanpa bisa dijerat hukum karena lembaga pengadilan kalah pamor dan tentu saja para pengadilnya bisa dengan mudah dijejali duit oleh gerombolan bandit ini.
Nah, yang saya maksud Islam tak bisa disentuh ini adalah seolah Islam tuh nggak bisa disentuh sama umatnya sendiri. Kok bisa sih? Buktinya, banyak kaum muslimin yang nggak kenal dengan ajaran Islam. Malah banyak kaum muslimin yang mengambil ajaran dari Barat. Banyak kaum muslimin yang nggak paham hukum syariat tentang larangan mendekati zina, misalnya. Sebaliknya, banyak kaum muslimin lebih suka mempraktikkan gaya hidup permisif dan hedonis warisan budaya Barat. Wajar kalo seks bebas marak, perjudian bejibun, dan kriminalitas meningkat. Para tokoh cendekiawan muslimnya pun lebih mahir meng-hapal dan mengamalkan pendapat-pendapatnya Voltaire dan Montesque ketimbang hadis-hadis Rasulullah saw. dan pendapat para imam mazhab. Apakah ini salah Islam? Tentu tidak.
Islam nggak salah apa-apa. Bahkan Islam memberikan cahaya terang. Kitanyalah sebagai umatnya yang nggak mau mengenal Islam. Padahal, Islam udah disebarkan sejak lama oleh Rasulullah saw. dan para sahabatnya. Bahkan udah nyebar sampe ke negeri ini. Namun, Islam hanya sebatas agama dan dikenakan simbol-simbolnya saja. Sementara akidahnya masih bolong-bolong diyakini, syariatnya masih compang-camping nggak karuan.
Bukti nyatanya, banyak kok kaum muslimin yang rajin shalat dan rajin puasa, tapi akidahnya kedodoran karena banyak yang masih percaya dukun dan ilmu pengasihan untuk kelancaran hidupnya. Banyak pula kaum muslimin yang kemana-mana senang mengenakan simbol-simbol Islam yang mudah tampak seperti pake peci, sorban, berkerudung (bukan jilbab), mengenakan baju takwa (baju koko), juga ada yang sarungan., tapi pengamalan syariatnya memprihatinkan. Gimana nggak, simbol Islam dikenakan, tapi judi jalan terus, pacaran hot, bahkan remaja puteri yang mengenakan kerudung tapi ikut larut di arena konser musik, campur-baur dengan lawan jenis dan jejingkrakan sehingga tak ada bedanya dengan mereka yang umbar aurat. Duh, mengenaskan sekali nasib kaum muslimin ini. Islam hanya dijadikan sebagai ibadah ritual saja. Sementara pengamalan syariatnya, pengokohan akidahnya nyaris nggak bisa dipelajari karena kemalasan dari kaum muslimin itu sendiri. Musibah!
Yup, kalo gitu benar banget apa yang dikatakan Muhammad Abduh, “al-Islamu mahjubun bil muslimin – agama Islam terhalangi oleh kaum muslimin.” Betul, cahaya dan keagungan Islam pudar oleh perbuatan umatnya sendiri. Umat Islam menjadi perusak citra Islam. Untuk kalangan seperti ini, bukan salah Islam sehingga menganggap Islam the untouchable, tapi justru merekalah yang tak mau disentuh dan tersentuh dengan nilai dan ajaran Islam. Setuju nggak sih?
Salah paham tentang Islam
Sobat muda muslim, ada lagi penyakit yang menerpa kaum muslimin saat ini, yakni salah paham terhadap ajaran Islam. Intinya, Islam nggak dipahami dengan benar dan baik oleh kaum muslimin. Mengapa ini bisa terjadi? Setidaknya ada tiga faktor. Pertama, kaum muslimin salah mengambil jalan hidup, bukan Islam yang diambil, tapi ideologi selain Islam. Mereka menganggap bahwa Islam tak bisa menjadi alat perjuangan, sehingga tak perlu dilibatkan mengatur kehidupan. Kedua, kaum muslimin tidak utuh mempelajari Islam. Ketiga, adanya upaya sistematis mengaburkan pema-haman Islam yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam melalui tokoh-tokoh yang berasal dari kaum muslimin hasil didikan musuh-musuh Islam. Lengkap sudah penderitaan kaum muslimin saat ini. Menyedihkan banget, Bro.
Faktor pertama yang memicu salah paham tentang Islam adalah karena kaum muslimin salah dalam mengambil jalan hidup. Halah, ini sih pastinya bukan cuma salah paham, tapi yang jelas udah salah jalan, karena salah mengambil sumber informasinya. Kayak orang mau bepergian ke suatu tempat, tapi peta jalannya salah. Hmm.. itu sih nyampe kagak, nyasar udah pasti. Tul nggak?
Beberapa bukti atas fakta ini adalah, banyaknya kaum muslimin yang memper-juangkan feminisme, demokrasi, sekularisme, kapitalisme, bahkan sosialisme dengan menganggap bahwa hal itu lebih relevan untuk saat ini. Waduh, celaka banget tuh. Sebab, sejatinya ide-ide itu bertentangan dengan Islam dan bahkan menentang Islam. Itu tahapan idenya. Akibatnya dalam tataran praktik, nggak sedikit kaum muslimin yang bangga menyan-dang istilah “Kiri” (baca: kaum sosialis) hingga akhirnya mereka berjuang di masyarakat dengan cara-cara seperti yang dilakukan kaum sosiali, Berarti ideologinya ya sosialisme-komunisme. Padahal dirinya muslim, lho. Kadang ada yang masih suka shalat juga. Tapi nggak konek antara pikir dan rasanya. Campur aduk antara Islam dan Sosialisme. Gawat!
Oya, nggak sedikit pula dari kaum muslimin yang merasa sudah menjadi manusia seutuhnya ketika memperjuangkan demokrasi dan HAM. Maka, seks bebas tumbuh subur, pergaulan bebas antara laki dan perempuan jadi tradisi, pengingakaran terhadap agama juga marak. Menyedihkan sekali bukan? Inilah buah dari salah mengambil informasi jalan hidup, karena menganggap Islam tak mampu menyelesaikan kehidupan hingga akhirnya memilih kapitalisme dan juga sosialisme. Hmm.. kasihan banget!
Sobat, untuk faktor kedua yang memungkinkan munculnya salah paham terhadap Islam adalah kaum muslimin tidak utuh mempelajari Islam. Setengah-setengah, gitu lho. Kasarnya sih, apa saja dari Islam yang menurutnya baik dan menyenangkan diambil, sementara yang bikin ribet bagi dirinya ditinggalin jauh-jauh. Ini namanya pilah-pilih sesuka nafsunya. Bukan atas pertimbangan akidah dan syariat Islam. Superkacau banget kan pemahamannya?
Shalat akan dilaksanakan kalo dengan shalat ia merasa tentram dan tenang. Jadi bukan atas pertimbangan hukum syara dan ketataan kepada Allah Swt. dalam melaksanakan shalat, tapi karena shalat membuat dia tenang. Itu sebabnya, ia akan mengambil ajaran Islam tentang shalat. Tapi jika menurut hawa nafsunya ajaran shalat itu bisa mengganggu aktivitasnya berbisnis, maka ia akan tinggalkan shalat itu. Karena menganggap waktu shalat itu mengganggu urusan penting yang dia kerjakan. Daripada memilih menghentikan sementara kepentingan bisnisnya untuk shalat, ia malah memilih kepentingan bisnis dan meninggalkan shalat.
Itu sebabnya, setengah-setengah dalam mempelajari Islam berdampak tidak utuhnya pemahaman tentang Islam. Tanggung, gitu lho. Bukan tak mungkin pula jika akhirnya marak bermunculannya para pelaku malpraktik dalam ajaran Islam. Hukum yang wajib dilakukan malah ditinggalkan, tapi yang sunah dikerjakan seolah menjadi kewajiban. Contohnya, banyak para wanita yang getol shalat sunnah tahajjud, tapi kalo keluar rumah rambutnya dibiarkan bebas tanpa ditutupi kerudung dan bagian tubuhnya dengan sukses dilihat orang lain karena tak menutup aurat dengan sempurna. Piye iki? Harusnya kan yang wajib dilakukan, yang sunnah juga dikerjakan semampunya. Inilah yang disebut malpraktik alias salah prosedur dalam menjalankan syariat Islam, Bro.
Nah, mengenai faktor ketiga yang sangat mungkin memicu terjadinya salah paham terhadap Islam adalah banyaknya cendekiawan muslim yang menyampaikan Islam dengan pemahaman yang keliru. Islam yang disampaikan itu sudah dimodifikasi terlebih dahulu, sesuai selera dan keinginan mereka yang dipesankan dari musuh-musuh Islam. Mungkin saja cendekiawan muslim yang menyebarkan pemahaman Islam yang keliru ini nggak nyadar kalo dirinya diperalat oleh musuh-musuh Islam, atau bisa saja mereka tahu bahwa yang disampaikannya itu keliru tapi karena demi jabatan atau harta berlimpah yang dijanjikan kalangan tertentu yang membenci Islam, akhirnya ya mereka lakukan juga tugas salahnya tersebut.
Ya, betul, bahkan ada cendekiawan muslim yang berusaha keras memperjuangkan sekularisme, getol mendakwahkan demokrasi, nggak lelah terus menyebarkan liberalisme dalam Islam. Apakah mereka ulama? Ya, jika dilihat dari keilmuannya sangat boleh jadi mereka ulama. Tapi seperti kata Rasulullah saw. ulama itu ada dua jenis: ulama yang benar dan baik, tapi juga ada ulama yang jahat dan buruk perbuatan maupun pemikirannya. Waspadalah terhadap tipe jenis ulama yang jahat ini.
Oya, apakah ini salah Islam? Nggak kok. Ini murni salah pelakunya. Entah tanpa disadarinya atau disadarinya dengan sangat. Sebab, yang jelas adalah kesalahan dari mereka yang menyebarkan Islam dengan informasi yang keliru. Akibatnya, tentu banyak kalangan awam dari kaum muslimin yang mengikuti apa yang disampaikan ulama jahat ini dengan alasan hal itu memenuhi selera liberalnya sebagai muslim yang nggak mau terikat ajaran Islam. Mereka menganggap bahwa agama hanya urusan pribadi dan tentunya negara nggak boleh sama sekali menerapkan aturan negara berdasarkan aturan agama untuk ngurus rakyat. Ya, inilah sekularisme, sobat. Berbahaya!
Ayo bangga menjadi Muslim!
Jangan tuduhkan kesalahan kepada Islam, jika banyak kaum muslimin yang hidupnya setengah Islam dan setengah kufur. Itu karena dirinya telah mengambil ajaran Islam semata yang dia suka sembari mengambil jalan hidup lain untuk yang membuat dia juga merasa nyaman. Pilih-pilih sesuka selera hawa nafsunya. Ini bunglon namanya. Padahal, kalo beriman kepada Allah Swt. ya harus jelas dan sepenuhnya. Nggak boleh nyari aman. Allah Swt. udah ngingetin manusia dalam firmanNya (artinya):
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang (menjadi kafir kembali). Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS al-Hajj [22]: 11)
So, kalo diri kita udah menjadi Muslim, berarti sepenuhnya kita sadar akan peran kita yang sesungguhnya, yakni bukan hanya sekadar melaksanakan ajaran Islam karena kita Muslim, tapi juga menjadi penjaga ajaran Islam dan bahkan menjadi pembela dan pejuang Islam. Itu lebih mantap deh! Sumpah!
Oya, jangan salahkan Islam kalo kita hanya mampu menjadi Muslim yang “apa adanya” karena menganggap Islam nggak bisa disentuh (untouchable) oleh dirinya. Sejatinya itu kesalahan kita karena nggak mau belajar Islam. Berarti kita yang justru nggak mau menyentuh dan disentuh oleh Islam. Padahal, kita wajib bangga menjadi Muslim, karena Islam yang kita peluk adalah agama yang akan menyelamatkan kita di dunia dan di akhirat. Ok? Allahu’alam. [solihin: osolihin@gaulislam.com]
Laskar Remaja Islam
Buletin Gaul Islam 23 Oktober 2008 - 17:05
gaulislam edisi 052/tahun I (20 Syawal 1429 H/20 Oktober 2008)
Akhir-akhir ini banyak orang yang lagi kesengsem ama film Laskar Pelangi. Berawal dari novel laris dengan judul yang sama karya Andrea Hirata, akhirnya diangkat ke layar bioskop oleh sutradara Riri Reza. Hasilnya, banyak orang yang senang dan terinspirasi ama film itu. Konon banyak politisi yang ikutan nonton juga terharu oleh adegan demi adegan pada film itu.
Film ini menceritakan perjuangan anak-anak sekolah di daerah yang tertinggal menggapai masa depan. Jangan bandingkan ama kota Jakarta yang hingar bingar en segala ada, bersekolah aja mereka kudu menghindari hadangan seekor buaya besar. Tapi karena ketekunannya, banyak di antara mereka yang menjadi orang sukses di masa depan.
Nggak manja
Mungkin banyak yang tersentuh oleh film itu, tapi berapa banyak nih remaja jadi nyadar, bahwa hidup itu emang perjuangan? Kejadian dalam novel itu bukan bohongan. Banyak teman kita yang berjuang untuk bisa sampai ke sekolah. Di satu harian nasional pernah dipampang foto seorang anak SD yang sedang berenang untuk tiba di sekolah. Ya, sekolahnya emang terhalangi oleh sungai besar. Untuk itu ia kudu berangkat pagi-pagi banget dan siap-siap berenang. Tas, sepatu, seragam sekolah, dan buku-buku pelajarannya dimasukkan ke dalam kantong plastik agar tidak basah. Dan … byur! Ia pun berenang agar tiba di sekolah.
Saudara-saudara saya pun sering bercerita kalo dulu mereka harus jalan kaki 4-5 kilometer ke sekolah. Untuk itu mereka melewati perkebunan teh, karet, dan melintasi jembatan kereta api yang tingginya masya Allah! Kadangkala di tengah jembatan harus berpapasan dengan kereta api. Mereka pun menghindar ke bahu jembatan yang sengaja disiapkan oleh perusahaan kereta api, atau bergelantungan di bawah rel!
Wah beda banget ya dengan kita semua. Yang kalo ke sekolah berjalan kaki sekian puluh meter saja udah ngeluh kejauhan, lalu milih naik angkutan umum, antar jemput, atau bawa kendaraan sendiri ke sekolah. Nggak ada ceritanya kudu berenang, melewati kebun karet, apalagi berpapasan ama buaya atau kudu pontang-panting menghindari kereta api.
Udah begitu, di sekolah nggak ada cerita kelaperan. Kantin ada dengan menu jajanan yang komplit. Uang saku pun terjamin. Malah nggak sedikit anak sekolah yang uang sakunya di atas UMR buruh pabrik atau kuli bangunan! Belum lagi ponsel setia menemani dengan pulsa yang dijamin selalu ada.Punya fasilitas yang oke emang nggak salah. Yang salah kalo kemudian kita jadi kebawa manja dan nggak mandiri. Selalu menggantungkan semuanya pada orang lain. Nggak terbayangkan bahwa bersekolah itu nggak gratis dan orang tua banting tulang menghidupi kita semua.
Sikap mandiri itulah yang di antaranya pengen ditampilkan dalam kisah Laskar Pelangi. Meski dalam keadaan seadanya – malah serba susah – tapi pantang menyerah. Kita tidak tahu apakah pesan itu bisa ditangkap oleh para pembaca dan pemirsa film. Jangan-jangan orang lebih terpukau pada jalinan cerita di buku, atau sinematografinya di film ketimbang menangkap pesannya.
Di Indonesia, jadi remaja yang punya semangat tinggi untuk belajar nggak gampang. Pasalnya sejak remaja udah dicekoki aneka dugem (dunia gemerlap). Yang namanya sukses itu bukanlah kerja keras apalagi ngandelin kecerdasan otak, tapi cukup tampang keren atau suara merdu. Maka bangku sekolah udah mulai ditinggalkan banyak remaja. Kalo pun sekolah atau kuliah ya untuk formalitas punya ijazah. Yang lebih parah, nggak sedikit remaja kita cuek abis kalo nggak naek kelas atau putus sekolah gara-gara sibuk cari duit en popularitas. Musibah deh tuh!
Saya jadi teringat, beberapa tahun silam, di sebuah infotainment diliput cerita beberapa selebritis yang nggak naek kelas atau drop out karena kesibukan mereka. Rata-rata dengan enteng mereka menceritakan pengalaman tersebut. Bukankah ini kampanye negatif buat kaum remaja bahwa bersekolah itu nggak penting, yang penting elo-elo bisa cari duit. Toh, jadi kaya nggak perlu pake ijazah.
Ini juga yang jadi tema sebuah iklan rokok. Pilih mana; lulus dulu or kerja dulu? Menurut kamu gimana?
Di Amerika, banyak pakar pendidikan dan tokoh masyarakat yang prihatin melihat kualitas pendidikan para remaja AS. Di kampus-kampus ternama seperti Harvard, indeks prestasi mahasiswa asal AS kalah oleh mahasiswa asal Asia.
Di Indonesia? Masih ada aja anak SMA yang berangkat hanya bawa satu buah buku tulis yang dilipat dan dimasukkan ke saku belakang celananya. Pulang sekolah ada ekskul informal; nongkrong di mall dan di pinggir jalan, atau tawuran. Halah!
Ada beberapa kawan yang pernah jadi guru di sekolah-sekolah swasta unggulan. Di sana, kata mereka, banyak guru yang jiper alias takut ngasih nilai kecil pada muridnya. Soalnya orang tua siswa bakal marah pada sekolah kalo sampai anaknya dapet nilai kecil, apalagi sampai nggak naek kelas. Bukankah ini berarti membuat remaja kita jadi makin manja?
Remaja Islam, remaja pejuang
Bro en sis, mungkin nggak banyak remaja tahu apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. ketika hidup dalam asuhan Abu Thalib, pamannya. Setelah kedua orang tuanya wafat, kemudian kakeknya juga wafat, Rasulullah saw. diajak tinggal di rumah pamannya itu. Abu Thalib bukan orang yang kaya. Anaknya pun banyak. Maka Rasulullah saw. pun berinisiatif mencari pekerjaan untuk meringankan beban pamannya. Salah satunya beliau bekerja sebagai penggembala kambing. Beliau juga bercerita kalo para nabi dan rasul pun adalah orang-orang yang hidupnya mandiri, ada yang menjadi penggembala kambing, atau yang lain.
Ketika dewasa, Nabi saw. bekerja membawa barang dagangan milik Khadijah ra. Berkali-kali Beliau melakukan perdagangan dan membawa keuntungan besar. Sampai akhirnya menikahi wanita yang suci dan mulia itu.
Guyz, umat Islam diajarkan oleh Nabi saw. untuk jadi umat pejuang. Beliau memuji orang-orang yang giat belajar dan giat bekerja. Orang yang mencari ilmu dijanjikan akan mudah meniti jalan ke surga. Sabdanya:
“Barangsiapa yang meniti jalan untuk mencari ilmu di sana, niscaya Allah mudahkan jalannya ke surga.”
Hakim bin Hizam ra. pernah bertutur bahwa ia pernah meminta sesuatu kepada Nabi saw. lalu beliau memberinya. Ia meminta lagi, dan kembali Beliau saw. memberinya. Kemudian ia meminta lagi, tapi kali ini Rasulullah saw. berkata padanya, “Hai Hakim, harta ini memang indah dan manis, maka siapa yang mengambilnya dengan kelapangan hati diberi berkat baginya. Sebaliknya, siapa yang menerimanya dengan kerakusan tidak berkah baginya, bagaikan orang yang tak kunjung kenyang. Dan tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah.” Hakim kemudian berkata, “Ya Rasulullah, demi Allah yang mengutusmu dengan kebenaran, saya tidak akan menerima apapun dari seseorang sepeninggalmu hingga mati.” Maka semenjak itu Hakim tidak pernah menerima pemberian dari siapapun termasuk dari baytul mal.
Sobat muda muslim, kesuksesan yang diceritakan dalam film Laskar Pelangi itu adalah buah kerja keras dan ketekunan. Nggak datang begitu aja. Dua hal itulah yang jadi resep siapa aja yang pengen sukses.
So, nyadar deh kalo masa muda yang kamu sedang miliki itu adalah impian banyak orang yang udah lanjut usia? Karena kamu tuh punya satu kesempatan yang oke banget, yang kalo dimanfaatkan semaksimal mungkin bakal menjadi sesuatu yang hebat. Termasuk jadi kepala negara yang hebat pun ditentukan hari ini selagi kamu muda. Pepatah lama bilang, “pemuda hari ini, pemimpin masa depan”.
Hari ini, umat Islam butuh banget remaja-remaja yang punya semangat untuk maju. Cinta agama, mandiri dan pastinya nggak egois. Nabi saw. bersabda: “Ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan pada hari tidak ada naungan kecuali naunganNya; … pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah semasa hidupnya.” (HR Muslim)
Udah gitu, umat Islam juga butuh remaja-remaja yang istiqamah dengan agamanya. Nggak peduli orang lain mau ngomong apa yang penting maju terus pantang mundur membela kebenaran. Maklum aja, hari gini banyak orang yang mencela orang-orang yang cinta pada agamanya (Islam). Yakin aja, yang namanya kebenaran nggak ditentukan ama suara terbanyak, tapi oleh Al Quran dan as sunnah. Allah Swt. Berfirman (yang artinya): “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS al-An’am [6]: 116)
Jujur aja, kita udah kelamaan jadi bangsa yang manja. Maju mundurnya bangsa ini digantungkan kepada pihak lain. Tanah air kita bangun dengan uang hasil ngutang pada bangsa lain, yang entah kapan bisa dilunasi. Teknologi harus beli dari pihak lain dengan harga yang mahal. Ironinya ketika minggu-minggu ini perekonomian Amerika dilanda krisis, eh kita juga ikutan panik. Kena imbas masalah ekonomi dari bangsa lain. Duh, betapa hidup kita ditentukan oleh bangsa lain. Manja banget ya kita ini.
Moga-moga, bakal segera berjejer barisan remaja Islam yang siap memajukan agamanya. Remaja yang mandiri. Nggak manja. Yakin banget bahwa Allah bakal ngasih pertolongan buat hamba-hambaNya yang berbaris rapi memperjuangkan agama Allah. Allah Swt. Berfirman (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikanNya kepada siapa yang dikehendakiNya, dan Allah Maha Luas (pemberianNya) lagi Maha Mengetahui.” (QS al-Maidah [5]: 54)
Yuk, sama-sama benahi diri, permak pemahaman kita, siap hidup mandiri, tekun mengkaji Islam dengan benar dan baik, dan jadilah remaja pejuang dan pembela Islam. Maju terus pantang mundur, Bro! [januar]
Senin, 03 November 2008
Hari Jadi Website FKI-ISMA-UMM
Salam Ukhuwah Untuk semua pembaca, assalamu'alaikum wr.wb. alhadulillah pada tanggal 03 November 2008 kami selaku pengurus Forum Kajian Islam Ibnu Sina Medical Association (FKI-ISMA telah dapat merampungkan website ini. tetapi kami sadar bahwa masih terdapat kekurangan. oleh karena itu kami mohon saran dan kritik membangun untuk semakin baiknya website ini.
Semoga Bermanfaat,
Wassalam.
www.fki-isma-umm.co.cc
Semoga Bermanfaat,
Wassalam.
www.fki-isma-umm.co.cc
Langganan:
Postingan (Atom)