Selasa, 04 November 2008

Islam Tak Bisa Disentuh

gaulislam edisi 053/tahun ke-2 (27 Syawal 1429 H/27 Oktober 2008)

Hehe… Islam tak bisa disentuh alias untouchable? Ah, jadi inget judul film lawas, The Untouchables (1987) yang dibintangi Sean Connery, Kevin Costner dan Robert De Niro. Film tentang gangster yang merajalela di Chicago tahun 1920-an ini dikemas apik oleh sutradara Brian De Palma--yang juga sukses menggarap Mission: Impossible (1996). Disebut untouchable karena kelompok bandit itu tak pernah bisa tersentuh hukum alias kejahatannya tetap menakutkan masyarakat tanpa bisa dijerat hukum karena lembaga pengadilan kalah pamor dan tentu saja para pengadilnya bisa dengan mudah dijejali duit oleh gerombolan bandit ini.

Nah, yang saya maksud Islam tak bisa disentuh ini adalah seolah Islam tuh nggak bisa disentuh sama umatnya sendiri. Kok bisa sih? Buktinya, banyak kaum muslimin yang nggak kenal dengan ajaran Islam. Malah banyak kaum muslimin yang mengambil ajaran dari Barat. Banyak kaum muslimin yang nggak paham hukum syariat tentang larangan mendekati zina, misalnya. Sebaliknya, banyak kaum muslimin lebih suka mempraktikkan gaya hidup permisif dan hedonis warisan budaya Barat. Wajar kalo seks bebas marak, perjudian bejibun, dan kriminalitas meningkat. Para tokoh cendekiawan muslimnya pun lebih mahir meng-hapal dan mengamalkan pendapat-pendapatnya Voltaire dan Montesque ketimbang hadis-hadis Rasulullah saw. dan pendapat para imam mazhab. Apakah ini salah Islam? Tentu tidak.

Islam nggak salah apa-apa. Bahkan Islam memberikan cahaya terang. Kitanyalah sebagai umatnya yang nggak mau mengenal Islam. Padahal, Islam udah disebarkan sejak lama oleh Rasulullah saw. dan para sahabatnya. Bahkan udah nyebar sampe ke negeri ini. Namun, Islam hanya sebatas agama dan dikenakan simbol-simbolnya saja. Sementara akidahnya masih bolong-bolong diyakini, syariatnya masih compang-camping nggak karuan.

Bukti nyatanya, banyak kok kaum muslimin yang rajin shalat dan rajin puasa, tapi akidahnya kedodoran karena banyak yang masih percaya dukun dan ilmu pengasihan untuk kelancaran hidupnya. Banyak pula kaum muslimin yang kemana-mana senang mengenakan simbol-simbol Islam yang mudah tampak seperti pake peci, sorban, berkerudung (bukan jilbab), mengenakan baju takwa (baju koko), juga ada yang sarungan., tapi pengamalan syariatnya memprihatinkan. Gimana nggak, simbol Islam dikenakan, tapi judi jalan terus, pacaran hot, bahkan remaja puteri yang mengenakan kerudung tapi ikut larut di arena konser musik, campur-baur dengan lawan jenis dan jejingkrakan sehingga tak ada bedanya dengan mereka yang umbar aurat. Duh, mengenaskan sekali nasib kaum muslimin ini. Islam hanya dijadikan sebagai ibadah ritual saja. Sementara pengamalan syariatnya, pengokohan akidahnya nyaris nggak bisa dipelajari karena kemalasan dari kaum muslimin itu sendiri. Musibah!

Yup, kalo gitu benar banget apa yang dikatakan Muhammad Abduh, “al-Islamu mahjubun bil muslimin – agama Islam terhalangi oleh kaum muslimin.” Betul, cahaya dan keagungan Islam pudar oleh perbuatan umatnya sendiri. Umat Islam menjadi perusak citra Islam. Untuk kalangan seperti ini, bukan salah Islam sehingga menganggap Islam the untouchable, tapi justru merekalah yang tak mau disentuh dan tersentuh dengan nilai dan ajaran Islam. Setuju nggak sih?

Salah paham tentang Islam
Sobat muda muslim, ada lagi penyakit yang menerpa kaum muslimin saat ini, yakni salah paham terhadap ajaran Islam. Intinya, Islam nggak dipahami dengan benar dan baik oleh kaum muslimin. Mengapa ini bisa terjadi? Setidaknya ada tiga faktor. Pertama, kaum muslimin salah mengambil jalan hidup, bukan Islam yang diambil, tapi ideologi selain Islam. Mereka menganggap bahwa Islam tak bisa menjadi alat perjuangan, sehingga tak perlu dilibatkan mengatur kehidupan. Kedua, kaum muslimin tidak utuh mempelajari Islam. Ketiga, adanya upaya sistematis mengaburkan pema-haman Islam yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam melalui tokoh-tokoh yang berasal dari kaum muslimin hasil didikan musuh-musuh Islam. Lengkap sudah penderitaan kaum muslimin saat ini. Menyedihkan banget, Bro.

Faktor pertama yang memicu salah paham tentang Islam adalah karena kaum muslimin salah dalam mengambil jalan hidup. Halah, ini sih pastinya bukan cuma salah paham, tapi yang jelas udah salah jalan, karena salah mengambil sumber informasinya. Kayak orang mau bepergian ke suatu tempat, tapi peta jalannya salah. Hmm.. itu sih nyampe kagak, nyasar udah pasti. Tul nggak?

Beberapa bukti atas fakta ini adalah, banyaknya kaum muslimin yang memper-juangkan feminisme, demokrasi, sekularisme, kapitalisme, bahkan sosialisme dengan menganggap bahwa hal itu lebih relevan untuk saat ini. Waduh, celaka banget tuh. Sebab, sejatinya ide-ide itu bertentangan dengan Islam dan bahkan menentang Islam. Itu tahapan idenya. Akibatnya dalam tataran praktik, nggak sedikit kaum muslimin yang bangga menyan-dang istilah “Kiri” (baca: kaum sosialis) hingga akhirnya mereka berjuang di masyarakat dengan cara-cara seperti yang dilakukan kaum sosiali, Berarti ideologinya ya sosialisme-komunisme. Padahal dirinya muslim, lho. Kadang ada yang masih suka shalat juga. Tapi nggak konek antara pikir dan rasanya. Campur aduk antara Islam dan Sosialisme. Gawat!

Oya, nggak sedikit pula dari kaum muslimin yang merasa sudah menjadi manusia seutuhnya ketika memperjuangkan demokrasi dan HAM. Maka, seks bebas tumbuh subur, pergaulan bebas antara laki dan perempuan jadi tradisi, pengingakaran terhadap agama juga marak. Menyedihkan sekali bukan? Inilah buah dari salah mengambil informasi jalan hidup, karena menganggap Islam tak mampu menyelesaikan kehidupan hingga akhirnya memilih kapitalisme dan juga sosialisme. Hmm.. kasihan banget!

Sobat, untuk faktor kedua yang memungkinkan munculnya salah paham terhadap Islam adalah kaum muslimin tidak utuh mempelajari Islam. Setengah-setengah, gitu lho. Kasarnya sih, apa saja dari Islam yang menurutnya baik dan menyenangkan diambil, sementara yang bikin ribet bagi dirinya ditinggalin jauh-jauh. Ini namanya pilah-pilih sesuka nafsunya. Bukan atas pertimbangan akidah dan syariat Islam. Superkacau banget kan pemahamannya?

Shalat akan dilaksanakan kalo dengan shalat ia merasa tentram dan tenang. Jadi bukan atas pertimbangan hukum syara dan ketataan kepada Allah Swt. dalam melaksanakan shalat, tapi karena shalat membuat dia tenang. Itu sebabnya, ia akan mengambil ajaran Islam tentang shalat. Tapi jika menurut hawa nafsunya ajaran shalat itu bisa mengganggu aktivitasnya berbisnis, maka ia akan tinggalkan shalat itu. Karena menganggap waktu shalat itu mengganggu urusan penting yang dia kerjakan. Daripada memilih menghentikan sementara kepentingan bisnisnya untuk shalat, ia malah memilih kepentingan bisnis dan meninggalkan shalat.

Itu sebabnya, setengah-setengah dalam mempelajari Islam berdampak tidak utuhnya pemahaman tentang Islam. Tanggung, gitu lho. Bukan tak mungkin pula jika akhirnya marak bermunculannya para pelaku malpraktik dalam ajaran Islam. Hukum yang wajib dilakukan malah ditinggalkan, tapi yang sunah dikerjakan seolah menjadi kewajiban. Contohnya, banyak para wanita yang getol shalat sunnah tahajjud, tapi kalo keluar rumah rambutnya dibiarkan bebas tanpa ditutupi kerudung dan bagian tubuhnya dengan sukses dilihat orang lain karena tak menutup aurat dengan sempurna. Piye iki? Harusnya kan yang wajib dilakukan, yang sunnah juga dikerjakan semampunya. Inilah yang disebut malpraktik alias salah prosedur dalam menjalankan syariat Islam, Bro.

Nah, mengenai faktor ketiga yang sangat mungkin memicu terjadinya salah paham terhadap Islam adalah banyaknya cendekiawan muslim yang menyampaikan Islam dengan pemahaman yang keliru. Islam yang disampaikan itu sudah dimodifikasi terlebih dahulu, sesuai selera dan keinginan mereka yang dipesankan dari musuh-musuh Islam. Mungkin saja cendekiawan muslim yang menyebarkan pemahaman Islam yang keliru ini nggak nyadar kalo dirinya diperalat oleh musuh-musuh Islam, atau bisa saja mereka tahu bahwa yang disampaikannya itu keliru tapi karena demi jabatan atau harta berlimpah yang dijanjikan kalangan tertentu yang membenci Islam, akhirnya ya mereka lakukan juga tugas salahnya tersebut.

Ya, betul, bahkan ada cendekiawan muslim yang berusaha keras memperjuangkan sekularisme, getol mendakwahkan demokrasi, nggak lelah terus menyebarkan liberalisme dalam Islam. Apakah mereka ulama? Ya, jika dilihat dari keilmuannya sangat boleh jadi mereka ulama. Tapi seperti kata Rasulullah saw. ulama itu ada dua jenis: ulama yang benar dan baik, tapi juga ada ulama yang jahat dan buruk perbuatan maupun pemikirannya. Waspadalah terhadap tipe jenis ulama yang jahat ini.

Oya, apakah ini salah Islam? Nggak kok. Ini murni salah pelakunya. Entah tanpa disadarinya atau disadarinya dengan sangat. Sebab, yang jelas adalah kesalahan dari mereka yang menyebarkan Islam dengan informasi yang keliru. Akibatnya, tentu banyak kalangan awam dari kaum muslimin yang mengikuti apa yang disampaikan ulama jahat ini dengan alasan hal itu memenuhi selera liberalnya sebagai muslim yang nggak mau terikat ajaran Islam. Mereka menganggap bahwa agama hanya urusan pribadi dan tentunya negara nggak boleh sama sekali menerapkan aturan negara berdasarkan aturan agama untuk ngurus rakyat. Ya, inilah sekularisme, sobat. Berbahaya!

Ayo bangga menjadi Muslim!
Jangan tuduhkan kesalahan kepada Islam, jika banyak kaum muslimin yang hidupnya setengah Islam dan setengah kufur. Itu karena dirinya telah mengambil ajaran Islam semata yang dia suka sembari mengambil jalan hidup lain untuk yang membuat dia juga merasa nyaman. Pilih-pilih sesuka selera hawa nafsunya. Ini bunglon namanya. Padahal, kalo beriman kepada Allah Swt. ya harus jelas dan sepenuhnya. Nggak boleh nyari aman. Allah Swt. udah ngingetin manusia dalam firmanNya (artinya):

“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang (menjadi kafir kembali). Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS al-Hajj [22]: 11)

So, kalo diri kita udah menjadi Muslim, berarti sepenuhnya kita sadar akan peran kita yang sesungguhnya, yakni bukan hanya sekadar melaksanakan ajaran Islam karena kita Muslim, tapi juga menjadi penjaga ajaran Islam dan bahkan menjadi pembela dan pejuang Islam. Itu lebih mantap deh! Sumpah!
Oya, jangan salahkan Islam kalo kita hanya mampu menjadi Muslim yang “apa adanya” karena menganggap Islam nggak bisa disentuh (untouchable) oleh dirinya. Sejatinya itu kesalahan kita karena nggak mau belajar Islam. Berarti kita yang justru nggak mau menyentuh dan disentuh oleh Islam. Padahal, kita wajib bangga menjadi Muslim, karena Islam yang kita peluk adalah agama yang akan menyelamatkan kita di dunia dan di akhirat. Ok? Allahu’alam. [solihin: osolihin@gaulislam.com]

Tidak ada komentar: